Menggagas Budaya Literasi di Pacitan

0
210

Judul yang saya tulis diatas mungkin terlalu berani dan bisa dianggap kurang ajar. Apa maksudnya menggagas budaya literasi di Pacitan, siapa kamu kok berani – beraninya menggagas budaya literasi di Pacitan? Alangkah tidak menghargainya kepada guru-guru bahasamu dari TK, SD, SMP, SMA atau bahkan dosenmu di perguruan tinggi yang sudah mengajarkanmu melek akan huruf dan aksara.

Tanpa bermaksud untuk tidak menghormati para pengajar dan guru saya, karena memang “Literasi” adalah keberaksaraan, yaitu kemampuan menulis dan membaca. Itulah sebabnya saya menambahkan kata “Budaya” didepan kata “Literasi”. Artinya, angka kemelekan huruf masyarakat Pacitan sudah cukup tinggi. Akan tetapi, saya tegaskan jika menulis dan membaca pada masyarakat Pacitan masih sebatas bisa menulis dan membaca belum menjadi sebuah “Budaya Menulis dan Membaca”.

Kegiatan belajar membaca dan menulis di SD, SMP, SMA bahkan di Perguruan Tinggi hanyalah tahap awal dari apa yang disebut sebagai “Melek Aksara”. Sedangkan Budaya Literasi yang saya maksudkan adalah untuk melakukan kebiasaan berfikir yang diikuti oleh sebuah proses membaca, menulis yang pada akhirnya apa yang dilakukan dalam sebuah proses kegiatan tersebut akan menciptakan sebuah karya.

Ditengah gagasan membudidayakan Literasi di Pacitan ini, saya tersentil oleh sebuah postingan pada facebook sahabat saya. “Semua orang berbondong-bondong belajar untuk menulis tapi masih belum mau belajar membaca. Membaca dulu atuh,….!!!” begitu tulis Tri Agus Cahyono di wall status akun media sosial miliknya (22/05/2017).

Kemudian saya jawab pada kolom komentar dibawahnya “Seperti seorang pembicara, bahwa seorang pembicara yang baik adalah seorang pendengar yang baik. Begitu juga ingin menulis, jika ingin menjadi penulis yang baik mulailah dari menjadi pembaca yang baik.”
Ada makna dari perbincangan dimedia sosial tersebut. Membudayakan atau membiasakan masyarakat untuk membaca dan menulis itu perlu proses dan konsistensi. Mustahil seseorang menjadi seorang penulis yang baik jika yang bersangkutan tidak suka membaca, karena kedua kegiatan itu saling beriringan.

Yang menjadi persoalan kemudian adalah bagaimana mensosialisasikan tradisi literasi ke tengah-tengah masyarakat? Salah satu gagasan menarik demi mewujudkan tujuan itu adalah menggalakkan media komunitas. Media komunitas yang saya maksud yaitu media yang dibentuk oleh komunitas-komunitas masyarakat sebagai upaya aktif keterlibatan mereka dalam proses penciptaan tradisi literasi.

Dari tulisan ini, saya mengundang pembaca yang budiman untuk bergabung dengan media komunitas agar gagasan budaya Literasi Pacitan tidak berhenti hanya sebatas gagasan saja. Saya butuh kamu, masyarakat Pacitan butuh ide dan gagasanmu. Untuk mengawali gagasan budaya literasi ini saya menawarkan media komunitas www.wongpacitan.net

Media itu tentu hanya sebuah tawaran konsep, bukan harga mati. Jika ada yang punya gagasan lebih dan cerdas, kita tunggu gagasan dan ide untuk dikristalkan menjadi sebuah gerakan. Gerakan Pacitan Berliterasi, kira – kira itulah ruh yang dibangun. Sesuai kesepakatan pertemuan beberapa waktu lalu dengan beberapa pegiat literasi di Pacitan, ide dan gagasan ini akan kembali dimatangkan pada pertemuan besok malam (24/05/2017) di Hotel Srikandi Pacitan.

Untuk mengakhiri tulisan “Menggagas Budaya Literasi di Pacitan” Sekali lagi saya tegaskan jika budaya membaca merupakan peningkatan dari budaya dengar dan budaya tonton. Saya tunggu partisipasinya untuk bagaimana tradisi Literasi ini bisa terwujud di Pacitan.

NB. Undangan Untuk :
Tri Ahmad Santoso
Khoirul Amin.
Purwoto Sumodiharjo
Zainal Arifin Putra Kaizen
Eko Kurniawan
Endro Wahyudi

Kita ketemu lagi besok malam ditempat yang sama. Semoga membawa manfaat untuk semua. Amin Ya Robbal Alamin….

di kutip dari status akun facebook Agus Hariyanto