“Usai bertemu Bapak (Bupati) kami semakin bersemangat,”
Agoes Hendriyanto bersama dua sahabatnya getol memperjuangkan seni Kethek Ogleng menjadi icon Kabupaten Pacitan. Salah satu upayanya yakni menyusun buku kedua berjudul “Kethek Ogleng Kesenian Monumental Asli Tanah Pacitan” Yang usai dikerjakan bulan ini. “kami bekerja selama dua bulan,” ucapnya kepada Diskominfo (13/10/2018).
Sebelumnya Agoes mendukung penulisan buku pertama yang berjudul “Seni Kethek Ogleng Pacitan Warisan Leluhur Dan Segenap Dimensinya” Yang di susun oleh Sukisno.
Buku setebal 151 halaman itu mengulas tentang kisah cinta Dewi Sekartaji dan Panji Asmoro Bangun yang tidak mendapat restu dari kedua orang tua. “Itulah inti cerita dalam kesenian Kethek Ogleng yang perlu diketahui masyarakat, karena didalamanya banyak makna yang dapat diambil,” papar Agoes yang menyelesaika Jenjang Master di Universitas Sebelas Maret mengatakan.
Kesenian asli Desa Tokawi lahir tatkala Sutiman dihampiri kera berwarna putih yang menari-nari dihadapanya hingga Ia terhibur. Melihat itu Sutiman berfikir alangkah bahagianya jika Ia dapat menari seperti kera putih tersebut untuk menghibur orang lain.
Terbitnya buku kedua adalah harapan bagi Agoes dan seluruh pelaku Kehek Ogleng termasuk Sutiman yang kini masih hidup untuk menyaksikan kesenian itu benar-benar menjadi icon kebudayaan di Pacitan di tahun 2020. Terlebih pada 09/10 kemarin Bupati secara terbuka mendukung perjuanganya. “Separo yang kami tempuh hingga Kethek Ogleng paten menjadi milik kami masyarakat Pacitan,” tambahnya.
Selain Pacitan, Kabupaten lain juga getol mendaftarkan kesenian ini. Juga, beberapa kota tampak menampilkan Kethek Oglengnya dengan ciri khas masing-masing. Namun Agoes memastikan melalui Sutiman lah cikal bakal Kethek Ogleng.
(Budi/Anjar/Riyanto/DiskominfoPacitan).