Keluarga pondok Termas Pacitan dan NU berduka

0
443

Innalillahi wainnaillaihi rojiun
Tanggal 04 Januari 2017 Telah berpulang ke Rachmatullah KH. UMAR SAHID dalam usai 114 tahun
Di RSUD Pacitan jam 22.55 WIB
Semoga Beliau Husnul Khotimah
Amin…

Sekilas tentang beliau :

Beliau biasa dipanggil Mbah Umar Tumbu. KH Umar Sahid merupakan salah satu Kiai sepuh yang bertempat tinggal di Dusun Jajar, Desa Donorojo, Kecamatan Donorojo, Kabupaten Pacitan, Jawa Timur. Sekarang beliau telah berusia kurang lebih 109 tahun. Beliau adalah pendiri Pondok Pesantren Nurrohman dan Masjid Nurrohman. KH Umar Sahid dikenal dengan panggilan Umar Tumbu karena dulu, sepulang dari mondok di Tegalsari, Mbah Umar dakwah keliling sambil menjual tumbu. Tumbu adalah semacam tempat padi yang terbuat dari anyaman bambu. Beliau berjalan kaki mulai dari Tegalsari sampai Dusun Jajar Desa Donorojo. Sejak saat itulah, beliau dikenal dengan Mbah Umar Tumbu. Meskipun sudah punya pondok pesantren, beliau tetap keliling dengan menjual tumbunya, untuk terus menyebar manfaat kepada umat. Konon beliau temasuk santri Mbah Dimyati Tremas, beliau biasa menggembala kambing milik Mbah Dimyati. Selain mondok di Tremas, Mbah Umar juga mondok di beberapa pesantren. Diantaranya adalah Pondok Tegalsari Ponorogo yang tersohor dengan sosok Kiai Kasan Besari dan Ronggowarsito.

KH Umar Sahid juga sosok dibalik SMK Negeri 1 Donorojo. Beliau menghibahkan tanahnya seluas 600m2 dengan 5 bangunan kepada Pemerintah, guna kepentingan pendidikan di daerah Donorojo dan sekitarnya. Masjid Nurrohman yang dibangun tidak jauh dari SMK Negeri 1 Donorojo selain untuk sarana ibadah masyarakat sekitar juga dimaksudkan agar para siswa lebih rajin dan giat dalam beribadah utamanya shalat 5 waktu.

Diusianya yang telah melebihi 1 abad, Mbah Umar tetap menghadiri berbagai acara yang mengundangnya. Beliau adalah seseorang yang baik hati dan ramah. Siapapun yang datang berkunjung kerumahnya beliau doakan, dipersilhakan untuk makan serta jika telah memasuki waktu shalat diajak untuk shalat berjamaah. Meskipun beliau seringkali lupa akan nama-nama anak cucunya, akan tetapi beliau tidak pernah lupa pada waktu shalat dan selalu tepat waktu dalam menjalankan shalatnya, Subhanallah. Selain itu, Mbah Umar juga selalu memberikan wejangan atau nasihat kepada siapapun kapanpun dan dimanapun dalam berbagai kesempatan. Beberapa wejangan yang saya ingat ketika kami sekelas berkunjung kerumahnya, sebagai berikut:

– Aja nyalahne wong liya (Jangan menyalahkan orang lain)
– Aja omben-omben (Jangan minum minuman keras)
– Aja nglalekake shalat (Jangan melupakan shalat)
– Aja pada tukaran, tetep jaga persatuan lan kesatuan (Jangan saling bermusuhan, tetap jaga persatuan dan kesatuan)
– Kudu ngabekti marang wong tua (Selalu berbakti kepada orang tua)
– Dadi uwong sing nriman, ngalah. Aja sok nukari batur. Yen ditukari ngaliho. (Jadi orang yang selau menerima, mengalah. Jangan memusuhi teman. Jika dimusuhi, pergilah)

Konon, Mbah Umar sebenarnya asli orang dusun Klepu Kiyut, desa Wareng, kecamatan Punung, kabupaten Pacitan. Beliau menikah dengan salah seorang wanita dari dusun Jajar dan menetap di sana hingga saat ini. Istri beliau biasa dipanggil Mbah Sireng di Klepu Kiyut. Sebelum menetap di Jajar, Mbah Umar sering shalat didekat sungai Klepu Kiyut. Kini beliau membangun masjid di daerah kelahirannya itu. Hal tersebut dimaksudkan agar para warga Klepu Kiyut nantinya dapat menggunakan masjid yang telah dibangunnya itu sebagaimana mestinya. (tyoAR)