Pacitannews – Riak-riak kecil yang mengiringi pencapresan Joko Widodo, sayup-sayup mulai terdengar. Itu terkait rencana pencabutan tunjangan profesi (TP) bagi guru bersertifikasi, seandainya Gubernur DKI itu terpilih sebagai kepala negara. Sontak saja, pogram kontroversi yang akan diluncurkan capres berbasis PDIP tersebut, banyak mengundang reaksi miring dari kalangan pendidik di Pacitan. Ketenangan para guru seakan terusik. Mereka sangat khawatir, bila harus kehilangan tambahan penghasilan atas predikat guru profesional yang selama ini telah disandangnya. “Ini ‘ancaman’ bagi kami. Selama ini pemerintah tidak ada niat menghapus TP. Karena itu amanah Undang-Undang yang harus dilaksanakan. Kalau ada capres yang berkeinginan mencabut kebijakan tersebut, jelas akan membawa dampak kurang baik terhadap stabilitas pemerintahan nantinya,” ujar salah seorang guru SD yang meminta tidak dipetikan namanya.
Sementara itu praktisi politik di Pacitan, Sediono, juga berpendapat sama. Tunjangan profesi, merupakan amanah Undang-Undang yang harus dilaksanakan. “Kalau dicabut, tentu harus merubah UU’nya juga,” kata politisi Gerindra ini.
Dilain pihak Ketua Lembaga Konsultan Publik Pacitan, Arif Setya Budi berpendapat, pada intinya program tersebut dinilai punya preseden positif terhadap stabilitas keuangan negara. Bukan hanya Joko Wi, semua capres lain tentu juga akan berhitung soal kemampuan anggaran. “Bagi kami, ini hanya sebuah lipstick politik untuk mendongkrak popularitas calon,” timpalnya.
Pegiat LSM itu mengatakan, siapapun calon presiden perlu mempertimbangkan kekuatan anggaran disegala level pemerintahan, terutama local governance. Karena disetiap rezim pemerintahan selama ini, menurut Arif, realisasi belanja negara disetiap kementrian dinilai lemah. “Ini sebagai pertanda perlunya perbaikan sistem birokrasi. Baik sisi SDM, sistem Perundang-Undangan, dan sistem birokrasi,” tandasnya.
Arif juga mengakui, dari semua capres yang sudah mengemuka, ia nilai belum ada satupun yang layak. Pasalnya, mereka hanya mencari sebuah popularitas semata. Namun belum ada yang memberikan sebuah program-program untuk menjawab persoalan kebangsaan. Contohnya, sistem pemerintahan, sistem birokrasi yang buruk, isu sosial kemasyarakatan, dan kedaulatan. “Yang kita takutkan selama ini terkait kedaulatan pangan. Sebab selama ini, kita menggunakan pola ketahanan namun tidak pernah berkembang. Ini masalah krusial demi menciptakan ekonomi kerakyatan yang berdaulat,” pungkasnya.http://jurnalberita.com