KEMBALI KE MATA UANG EMAS

0
553

Oleh: Joko Intarto

Emas terbukti sebagai mata uang yang paling aman. Tapi Anda tak perlu membawa berkarung-karung emas untuk transaksi karena emas bisa dikonversi menjadi uang uang digital. Itulah konsep Libra, mata uang global baru yang segera diluncurkan Facebook.

Bagaimana pendapat Bank Indonesia terhadap rencana kehadiran Libra? CNN Indonesia menurunkan sebuah artikel menarik, berikut ini.

Bank Indonesia (BI) menilai Libra, mata uang virtual(cryptocurrency) milik Facebook Inc. berbeda dengan mata uang virtual lain, misalnya Bitcoin. Sebab, Libra memiliki penjamin aset, sedangkan Bitcoin tidak.

Kepala Departemen Kebijakan Makroprudensial BI Juda Agung mengungkapkan kajian terhadap mata uang milik perusahaan Mark Zuckerberg itu masih terus dilakukan oleh bank sentral nasional. Namun, sejauh ini ia bilang Libra cukup berbeda dengan Bitcoin.

Libra memiliki penjamin aset bernilai tinggi, seperti emas dan surat utang Amerika Serikat (US Treasury). Selain itu, ada asosiasi yang mengawasi di Jenewa, Swiss.

“Jadi memang agak beda antara Libra dan Bitcoin. Kami akan lihat apakah ini lebih seperti mata uang asing, seperti dolar AS misalnya,” ujar Juda di kawasan Thamrin, Jakarta, Rabu (26/6).

Sementara Bitcoin, dinilai cukup berisiko karena tidak jelas penjamin (underlying) dan sarat unsur spekulasi. Selain itu, jumlahnya yang juga terbatas membuat harga mudah berfluktuasi.

Kendati memiliki penjamin aset, namun Juda tidak serta merta menyebut Libra berpotensi lebih aman ketimbang Bitcoin dan mata uang virtual lain. Lagi-lagi ia menekankan bahwa BI masih perlu waktu mempelajari Libra.

“Ini juga kan belum keluar, baru di-announce (diumumkan) kuartal I tahun depan baru digunakan,” katanya.

Di sisi lain, ia kembali menekankan agar masyarakat tidak tergoda untuk menggunakan Libra sebelum ada sikap dari BI. Sebab, menurut Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang, mata uang yang sah digunakan di Tanah Air hanya rupiah.

“Intinya, alat pembayaran yang sah adalah rupiah. Jadi, di luar rupiah, alat pembayaran lain tidak sah di Indonesia,” tekannya.

Sebelumnya, Facebook mengumumkan kemunculan perusahaan penyedia uang kripto, Calibra. Layanan keuangan ini memungkinkan pengguna untuk bertransaksi di jaringan jual beli uang mata uang kripto.

Sementara, Libra rencananya berlaku secara global dan didukung oleh teknologi blockchain. “Libra akan tersedia di Messenger dan WhatsApp, kami memperkirakan Libra akan meluncur pada tahun 2020,” tulis Juru Bicara Facebook.

Namun, Ketua Komite Jasa Keuangan AS Maxine Waters meminta Facebook untuk menghentikan pengembangan layanan Libra. Selain itu, dia juga meminta eksekutif perusahaan untuk bersaksi di depan kongres AS.

Langkah Facebook membuat uang kripto dinilai menambah kekhawatiran global terkait arti mata uang digital dan keamanan data. “Facebook memiliki data miliaran orang dan telah berulang kali mengabaikan perlindungan dan penggunaan data ini,” kata Waters.

Bahkan, rencana penerbitan Libra turut mengundang kecemasan di Benua Eropa. Salah satunya dari Menteri Keuangan Prancis Bruno Le Maire. Ia menuturkan uang virtual tidak akan pernah menggantikan yang sudah ditetapkan pemerintah. Ia bersikeras menentang rencana Facebook menuntut jaminan regulasi.

“Jika Facebook ingin membuat instrumen untuk transaksi, kenapa tidak? Namun tak ada pertanyaan bahwa ini bakal jadi mata uang berdaulat. Itu tidak bisa dan tidak boleh menjadi mata uang berdaulat, dengan semua atribut mata uang,” tutur Le Maire.

Menurutnya, aspek kedaulatan harus tetap di tangan pemerintah dan bukan perusahaan swasta. Ada ketakutan bahwa terdapat kepentingan pribadi di balik proyek ini.

Ia menegaskan perlu ada pembatasan, sehingga instrumen transaksi tidak malah membiayai kegiatan terorisme atau aktivitas terlarang lain.

Di sisi lain, Gubernur bank sentral Inggris Mark Carney mengatakan mata uang baru Facebook harus tahan terhadap pengawasan dan agar jangan sampai dimanfaatkan untuk sarana pencucian uang.

Libra adalah momentum bagi kita untuk kembali belajar ekonomi syariah dalam gaya hidup digital.(jto)