Hujan mulai turun di beberapa kawasan. Meski belum deras. Dan baru sesekali. Hujan itu bakal menimbulkan problem baru. Bagi para penghuni tenda di lokasi bencana gempa Lombok. Terutama anak-anak.
Para pengungsi harus segera mendapat solusi penampungan. Yang berharga murah. Bisa dibangun dengan cepat. Memenuhi standar kesehatan. Dan tentu saja tahan gempa.
Waktunya juga tidak boleh lama-lama. Karena musim hujan bakal segera tiba. Padahal ada lebih dari 410 ribu pengungsi di tenda-tenda karena rumahnya rusak berat dan sedang.
Kondisi rusak sedang maupun berat, di mata pemiliknya ternyata dianggap sama saja. Sama-sama menimbulkan trauma. Sama-sama menyebabkan rasa takut. Sama-sama memaksa mereka meninggalkan rumah bagusnya untuk tidur di tenda.
Selain tempat tinggal, pengungsi juga menghadapi persoalan lain: air bersih. Gempa yang terjadi ribuan kali dalam kurun sebulan terakhir itu ternyata mengubah jalur air tanah.
Sumur-sumur mendadak kering. Sumbernya tak mengalir lagi. Krisis air bersih pun terjadi. Beberapa lokasi pengungsian di Kabupaten Lombok Utara mendapat kiriman air dari truk tanki dua hari sekali.
Konsentrasi pengungsi di lokasi penampungan juga memunculkan problem lain: sampah. Kesadaran para pengungsi untuk hidup bersih rupanya sangat rendah. Sampah berserakan di mana-mana. Khususnya sampah plastik: bekas kemasan air minum dan makanan.
Selain persoalan tempat tinggal, air bersih dan sampah, sumber ekonomi pengungsi juga harus segera dibangkitkan lagi. Saat ini aktivitas perekonomian pengungsi masih lumpuh. Hasil kebun seperti jambu mente belum bisa diolah. Terbuang-buang. Membusuk. Padahal, biji mente merupakan komoditas bernilai tinggi. Andalan Kabupaten Lombok Utara.
Kegiatan pendidikan di pengungsian juga terganggu. Para santri tidak bisa belajar karena gedung sekolahnya roboh. Aktivitas ibadah juga penuh masalah karena masjid tidak bisa digunakan lagi.
Di Desa Orong Ramput, Wedana, Kabupaten Lombok Utara, Johari Zein Foundation bersama Baitul Maal Muammalat mengimplementasikan program ‘’Kampung Tahfidz’’ sebagai model penanganan pengungsi yang terintegrasi.
“Ada lima program yang dijalankan: masjid, tempat tinggal, air bersih dan sanitasi, sampah dan ekonomi. Lokasi dipusatkan di areal pondok pesantren tahfidz Qur’an,” kata Andrianto, direktur Johari Zein Foundation mewakili Teten Kustiawan, direktur Baitul Maal Muammalat.
Saat ini sudah diselesaikan pembangunan sebuah masjid dengan rangka baja dan berdinding GRC. Masjid cepat itu dibangun dengan mendatangkan tenaga ahli dari Bandung. Masjid berukuran 10 meter x 20 meter itu diselesaikan dalam 5 hari dan langsung bisa digunakan.
Tak jauh dari masjid dibangun pula sebuah bangunan madrasah yang terdiri atas dua kelas. Masing-masing untuk santri putra dan putri. Setiap kelas berukuran 8 meter x 20 meter. Minggu ini, ruangan sekolah itu bisa dimanfaatkan untuk kegiatan belajar-mengajar.
Di sekitar kompleks pondok pesantren, dibangun 230 rumah tinggal untuk warga.Rumah tersebut berbahan semi permanen dengan rangka kayu dan dinding batu bata setinggi 60 Cm disambung gedeg bambu. Ukurannya 6 meter x 6 meter. Cukup memadai untuk satu keluarga dengan jumlah anggota 7 orang.
Pembangunan rumah tinggal itu dilakukan secara gotong-royong oleh warga sendiri. Material sebisa mungkin mendaur ulang dari rumah lama. Dengan konsep itu, sebuah rumah dapat diselesaikan dalam waktu hanya tiga hari. Biaya pembangunannya juga relatif terjangkau: Rp 15 juta.
Konsep rumah tahan gempa yang cepat, sehat dan murah itu diperkenalkan Pak Naryo kali pertama tahun 2006 pasca gempa Jogja. Kreasi mantan wartawan ‘’Republika’’ itu rupanya diterima warga. Jadilah model. Direplikasi di berbagai lokasi bencana alam. Termasuk di Mentawai.
Untuk mengatasi kebutuhan air bersih, Johari Zein Foundation menyalurkan bantuan berupa jasa pengeboran sumur tanah. Satu sumber air tanah dengan kedalaman 92 meter berhasil ditemukan di kompleks pesantren tahfidz. Sumur itu bisa mencukupi kebutuhan ratusan santri dan para pengungsi di sekitarnya.
Diharapkan dengan selesainya pembangunan infrastruktur dasar tersebut, para pengungsi bisa segera kembali mengurus ternak dan kebunnya lagi. Agar roda perekonomian segera bangkit dan normal kembali.
Johari Zein Foundation dan Baitul Maal Muammalat berharap, Kampung Tahfidz bisa menjadi sebuah model recovery pasca bencana. Model ini bisa dipelajari untuk diterapkan di lokasi lain. Keberhasilan model ini akan menjadi sumbangan bagi ilmu pengetahuan dalam penanganan bencana oleh siapa saja.(jto) Oleh: Joko Intarto
https://www.facebook.com/joko.intarto.9/videos/1768317799884854/