Bedah Buku Kumpulan Cerpen “Suluk Wayang Beber”; Karya Generasi Milenial Pacitan

0
26

Dinas Perpustakaan dan Kearsipan (Disperpusip) bekerja sama dengan Dewan Kesenian Pacitan mengadakan acara Bedah Buku Kumpulan Cerpen “Suluk Wayang Beber” di Gedung Karya Dharma Pacitan (17/02).

Dihadiri oleh para guru, siswa SMP, SMA, dan mahasiswa, acara diawali dengan pembacaan puisi oleh dua siswi SMPN 1 Pacitan dilanjutkan penampilan musikalisasi dari Pondok Tremas. Kemudian dibuka oleh Efi Suraningsih selaku Ketua Tim Penggerak PKK dan penggiat seni.

Acara bedah buku dalam rangkaian kegiatan Hari Jadi Kabupaten Pacitan ini mendukung visi misi Bupati guna mewujudkan masyarakat sejahtera dan bahagia. Sugeng Widodo selaku Plt Kepala Disperpusip dalam sambutannya menyampaikan apresiasi untuk Dewan Kesenian Pacitan atas produk seni yang luar biasa, dan juga untuk ananda Pandan Arundhati yang telah menulis buku Suluk Wayang Beber.

Pandan Arundhati, siswi kelas 11 (sebelas) SMAN 1 Pacitan sebagai penulis buku menerangkan bahwa cerpen ini berawal dari kegelisahannya mengapa generasi sekarang ini kurang mengenal adanya wayang beber. “Suluk Wayang Beber mempunyai ciri khas tersendiri daripada suluk di wayang lain. Karena ‘suluk’ menjadi sebuah icon dari wayang, dimana itu membedakan dengan pertunjukan lainnya. Maka dari itu saya mengambil judul ini dengan harapan bahwa cerpen tersebut bisa mengingatkan wayang beber agar eksistensinya tetap terjaga di era sekarang,” terang Pandan.

Narasumber lain, Prof. Dr. Tengsoe Tjahyono selaku seniman nasional mengatakan tugas literasi bukan hanya sekedar menulis dan menghasilkan tulisan, tetapi membangun budaya membaca kemudian melahirkan pembaca yang baik.
“Sastra itu ibarat cermin dan jendela. Mengapa ibarat cermin? Karena dengan membaca Suluk Wayang Beber, kita dapat melihat diri kita seperti apa. Apakah kita tergolong mencintai wayang beber atau tidak peduli maupun acuh tak acuh. Kita bandingkan dengan tokoh-tokoh yang ada di situ. Itulah cermin. Mencerminkan kita seperti apa. Sedangkan sastra adalah jendela, ibarat membuka jendela lalu kita melihat aktivitas lain di luar jendela itu.” jelas Tengsoe.
“Jadilah guru yang menulis, jadilah dokter yang menulis, jadilah buruh yang menulis. Kalau anda ingin dikenal dunia, maka menulislah.” tambahnya.

(Disperpusip/PemkabPacitan)