BABAT TREMAS
Sebelum kita membicarakan tentang Pondok Tremas secara khusus, ada baiknya kalau kita mengenal daerah Pacitan dan perkembangan agamanya, sebab hal itu sangat erat hubungannya dengan berdirinya Pondok Tremas.
Pada abad ke XV M, bumi nusantara ini berada di bawah naungan kerajaan Majapahit, dan seluruh masyarakatnya masih memeluk agama Hindu atau Budha. Begitu juga dengan daerah Wengker Selatan atau juga disebut Pesisir Selatan (Pacitan) yang pada waktu itu masih dikuasai seorang sakti beragama Hindu yang bernama Ki Ageng Buwana Keling, yang dikenal dengan cikal bakal Pacitan.
Menurut silsilah, asal-usul Ki Ageng Buwana Keling adalah putra Pajajaran yang dikawinkan dengan salah satu putri Brawijaya V yang bernama Putri Togati. Setelah menjadi menantu Majapahit maka Ki Ageng Buwana Keling mendapat hadiah tanah di pesisir Selatan dan diharuskan tunduk dibawah kekuasaan Majapahit. Ki Ageng Buwana Keling berputra tunggal bernama Raden Purbengkara yang setelah tua bernama Ki Ageng Buwana Keling.
Kegoncangan masyarakat Ki Ageng Buwana Keling di Pesisir Selatan terjadi setelah datangnya Mubaligh Islam dari kerajaan Demak Bintara yang dipimpin oleh Ki Ageng Petung (Raden Joko Deleg/ Ki Geseng), Ki Ageng Posong (Raden Joko Puring Mas/ Ki Ampok Boyo) dan sahabat mereka Syeh Maulana Maghribi yang meminta Ki Ageng Buwana Keling beserta semua rakyat di Wengker Selatan untuk mengikuti dan memeluk agama Islam.
Namun setelah Ki Ageng Buwana Keling menolak dengan keras dan tetap tidak menganut agama baru yaitu agama Islam, maka tanpa dapat dikendalikan lagi terjadilah peperangan antara kedua belah pihak. Peperangan antara penganut agama Hindu ysng dipimpin oleh Ki Ageng Buwana Keling dengan penganut agama Islam yang dipimpin oleh Ki Ageng Petung, Ki Ageng posong, dan Syeh Maulana Maghribi memakan waktu yang cukup lama, karena kedua belah pihak terdiri dari orang-orang sakti. Namun akhirnya dengan keuletan dan kepandaian serta kesaktian para mubaligh tersebut, peperangan itu dapat dimenangkan oleh Ki Ageng Petung dan pengikut-pengikutnya setelah dibantu oleh prajurit dari Adipati Ponorogo yang pada waktu itu bernama Raden Batoro Katong (Putra Brawijaya V).
Mulai saat itulah maka daerah Wengker Selatan atau Pacitan dapat dikuasai oleh Ki Ageng Petung, Ki Ageng Posong dan Syeh Maulana Maghribi, sehingga dengan mudah dapat menyiarkan agama Islam secara menyeluruh kepada rakyat hingga wafatnya dan dimakamkam di daerah Pacitan.
Demikianlah dari tahun ke tahun sampai Bupati Jagakarya I berkuasa (tahun 1826), perkembangan agama Islam di Pacitan Berkembang dengan pesat, bahkan tiga tahun kemudian putra dari Demang Semanten yang bernama Bagus Darso kembali dari perantauannya mencari dan mendalami agama Islam di Pondok Pesantren Tegalsari di Ponorogo di bawah asuhan Kyai Hasan Besari. Sekembalinya beliau dari Pondok tersebut, di bawah bimbingan ayahandanya Raden Ngabei Dipomenggolo, beliau mendirikan Pondok di desa Semanten. Namun setelah kurang lebih satu tahun, beliau memutuskan untuk memindahkannya ke daerah desa Tremas.
Bagus Darso setelah dewasa mempunya nama lain KH. Abdul Manan. Sejak kecil beliau sudah terkenal cerdas dan sangat tertarik terhadap masalah keagamaan. Dalam masa remaja beliau dikirim oleh ayahnya ke Pondok Pesantren Tegalsari Ponorogo. Selama di sana, beliau selalu belajar dengan rajin dan tekun. Karena ketekunan, kerajinan dan kecerdasan yang dibawanya sejak kecil, maka kepandaian Bagus Darso dalam menguasai dan memahami ilmu yang di pelajarinya melebihi kawan-kawanya. Setelah Bagus Darso merasa cukup ilmu yang beliau peroleh di Pondok Pesantren Tegalsari Ponorogo, akhirnya beliau kembali ke desa Semanten. Di Desa semanten inilah beliau kemudian menyelenggarakan pengajian yang sudah barang tentu bermula sangat sederhana. Karena semenjak di Pondok Tegalsari beliau di kenal sebagai seorang yang tinggi ilmunya, maka banyaklah orang pacitan yang mengaji pada beliau.
Dari sinilah kemudian di sekitar masjid didirikan Pondok untuk para santri yang datang dari jauh. Namun beberapa waktu kemudian Pondok tersebut pindah ke Desa Tremas setelah oleh ayahnya beliau dikawinkan dengan putri Demang Tremas Raden Ngabei Honggowijoyo. Sedangkan Raden Ngabei Ronggowijoyo itu sendiri adalah kakak kandung Raden Ngabei Dipomenggolo. Di antara faktor-faktor yang menjadi penyebab perpindahan Kyai Abdul manan dari Semanten ke Desa Tremas, yang paling pokok adalah pertimbangan kekeluargaan yang dianggap lebih baik beliau pindah ke Tremas. Pertimbangan tersebut adalah karena mertua dan istri beliau menyediakan daerah yang jauh dari keramaian dan pusat pemerintahan, sehingga merupakan daerah yang sangat cocok bagi para santri yang ingin belajar dan memperdalam ilmu agama.
Berdasarkan pertimbangan itulah maka kemudian beliau memutuskan pindah dari semanten ke Tremas dan mendirikan Pondok Pesantren yang kemudian dikenal dengan Perguruan Islam Pondok Tremas Pacitan hingga sekarang. Demikianlah sedikit sejarah berdirinya Pondok Tremas yang dipelopori oleh Kyai Abdul Manan pada tahun 1830 M.
Profil KH.Abdul Manan, Pendiri Pertama Pondok Tremas
Setelah membicarakan tentang sejarah singkat ddirikanya Pondok Tremas, alangkah baiknya kita lebih mengenal sosok pendiri Pertama Pondok Tremas Pacitan, KH. Abdul Manan Dipomenggolo. setelah hampir 200 tahun berlalu, terhitung sejak tahun 1850-an, pada tahun 2010 salah seorang santri Pondok Tremas yang kini melanjutkan studi di Kairo Mesir dan kini tinggal di mesir menemukan beberapa dokumen penting dari Kedutaan Besar RI di Mesir yang berhubungan dengan pendiri pertamanya yakni Simbah KH.Abdul Manan Dipomengolo. bahwa KH.Abdul Manan adalah salah satu generasi pertama orang indonesia yang pernah belajar di Universitas tertua di Dunia Universitas Al Azhar Kairo mesir pada sekitar tahun 1850an.
Berikut tulisan dan gambar tempat Simbah KH.Abdul Manan pernah menimba Ilmu di Al Azhar Kairo Mesir.
Dalam buku Jauh dimata Dekat dihati Potret Hubungan Indonesia – Mesir terbitan KBRI Cairo 2010, di sebutkan bahwa komunitas pertama orang Indonesia di Mesir adalah KH.Abdul Manan Dipomenggolo Tremas, hal itu terbukti dengan adanya Ruwak ( hunian ) yang bernama Ruwak Jawi, di masjid Al-azhar, di masjid ini ada 4 Ruwak yang masih ada, Ruwak Jawi, Ruwak Atrak ( turki), Ruwak Syami (suria) dan Ruwak Maghorobah (Maroko), beliau di Mesir sekitar tahun 1850 M, selama di Mesir beliau bertemu dengan Grand Syeikh (Jabatan di atas Rektor) Ibrahim Al Bajuri, yaitu Grand Syeikh ke 19, jadi wajar saja kalau tahun1860 an di Indonesia sudah ditemukan kitab Fath al-Mubin syarah dari kitab Umm al-Barahin yang merupakan kitab karangan Grand Syeikh Ibrahim Bajuri. (keterangan ini di ambil pada buku karangan Martin Van Bruinessen, seorang Orientalis yang lahir di Schoonhoven, Utrecht,Belanda).
Berikut Gambar tempat dimana KH.Abdul Manan Dipomenggolo Pernah Tinggal Di Ruwak Jawi ( Asrama Jawa) didekat masjid Universitas Al Azhar Kairo Mesir
Masjid Al Azhar Kairo, Tempat KH.Abdul Manan pernah belajar ( Fhoto diambil Oleh Sdr. Akhmad Saufan, Alumni Dari Wonosobo Jateng )
Ruwwak Maroko. sebelahnya persis dengan Ruwwak Jawwi. di dalam masjid Al-Azahar. Cairo.Mesir.
PENGASUH
Sejak didirikan peratam kali oleh KH.Abdul Manan Dipomenggolo. Pondok Tremas pacitan telah mengalami beberapa periode kepemimpinan, diantarnya :
1. KH. Abdul Manan (1830-1862)
Dari nama desa Tremas inilah kemudian pondok ini masyhur dengan sebutan Pondok Tremas. Hingga akhirnya KH. Abdul Manan wafat pada hari Jum’at (minggu pertama) bulan Syawal 1282 H. dan dimakamkan di desa Semanten. Beliau meninggalkan tujuh orang putra, yang antara lain adalah KH. Abdullah
2. KH.Abdulloh (1862-1894)
Pada waktu mengajar di Masjidil Haram, kebanyakan murid-muridnya berasal dari Jawa, antara lain saudara-saudaranya sendiri seperti KH. Dimyathi, K. Dahlan, K. Abdul Rozaq, terdapat juga tokoh-tokoh lain yang setelah pulang ke jawa kemudian menjadi ulama’ besar di daerahnya masing-masing, seperti KH. Hasyim Asy’ari dari Tebuireng Jombang, KH. Dahlan dari Watucongol Muntilan, Raden Mas Kumambang dari Surabaya dan lain sebagainya.
3. KH. Dimyathi Abdulloh (1894-1934)
5. KH.Habib Dimyathi (1948-1997)
Beliau dilahirkan pada tahun 1923 M. Pada masa kecilnya beliau belajar dasar-dasar pengetahuan agama Islam di Pondok Tremas sendiri. Dan kemudian melanjutkan ke Pondok Al Hidayah Lasem dibawah asuhan KH. Ma’sum. Setelah satu tahun lebih sedikit beliau belajar di pondok tersebut, kemudian kembali lagi ke Tremas. Pada tahun 1937 beliau melanjutkan belajarnya ke Madrasah Salafiyah Kauman Surakarta selama dua tahun lebih sedikit dibawah asuhan KH. Dimyathi Abdul Karim. Dan dari madrasah Salafiyah tersebut beliau kembali lagi pulang ke Tremas. Setelah beberapa waktu di Tremas kemudian melanjutkan belajarnya ke Pondok Popongan dibawah asuhan KH. Mansyur, lantas melanjutkan lagi ke Pondok Pesantren Tebuireng Jombang dibawah asuhan KH. Hasyim Asy’ari sampai kemerdekaan tahun 1945. Sepulangnya dari Tebuireng lalu melanjutkan lagi ke Pondok Pesasntren Krapyak Yogyakarta, dan seterusnya ke Pondok Pesantren Sumolangu Kebumen dibawah asuhan KH. Thoifur Abdurrohman. Selama di Yogyakarta beliau masuk menjadi anggota tentara pejuang Hizbulloh dan menjadi anggota BPRI ( Barisan Pemberontak Republik Indonesia ) pimpinan Bung Tomo, berjuang melawan penjajah di Ambarawa dan bermarkas di Magelang.
Pada awal tahun 1948 beliau pulang ke Tremas, tetapi karena pada waktu itu masih dalam situasi yang serba kacau akibat pemberontakan PKI ( Affair Madiun ), maka beliau bersama pamannya, KH. Abdurrozaq dan kawan-kawannya ditahan oleh PKI di Pacitan.Namun berkat datangnya bantuan tentara Siliwangi ke daerah Pacitan akhirnya beliau-beliau dapat diselamatkan dari rencana pembunuhan oleh PKI.
Setelah beberapa bulan di Tremas beliau meneruskan lagi ke Pondok Pesantren Krapyak, sampai akhir tahun 1952 beliau dipanggil pulang ke Tremas untuk menggantikan kakaknya, Kyai Hamid Dimyathi yang terbunuh akibat terjadinya affair Madiun 1948
6. KH. Harist Dimyathi (1948-1994)
Beliau lahir pada tahun 1932 M. Pada masa kecilnya beliau belajar di Pondok Tremas dibawah asuhan para sesepuh pondok. Kemudian pada tahun 1939 melanjutkan belajarnya ke Madrasah Salafiyah Kauman Surakarta dibawah asuhan KH. Dimyathi Abdul Karim sampai kurang lebih tahun 1942 M. Dan semasa pemerintahan penjajah Jepang beliau kembali ke Tremas sampai tahun 1945. Dan kemudian melanjutkan lagi ke Pondok Pesantren Al Munawwir Krapyak Yogyakarta dibawah asuhan KH. Ali Ma’sum.
Tetapi karena situasi kritis yang meliputi Yogyakarta pada waktu itu beliau ikut mengungsi ke daerah Kedung Banteng (masih termasuk wilayah Yogyakarta ) bersama-sama dengan Bapak Mukti Ali ( eks menteri agama RI ), Burhanuddin Harahap dan tokoh-tokoh pejuang lain. Di tempat pengungsian yang cukup lama itu Bapak Mukti Ali dan lainnya berhasil mendirikan sebuah madrasah, dimana untuk beberapa lama KH. Haris Dimyathi ikut menjadi murid, dan kemudian menjadi ustadz sampai kurang lebih tahun 1952. Hingga beberapa waktu kemudian beliau mengikuti jejak kakaknya kembali ke Tremas untuk membina dan membangun kembali Pondok Tremas.
Pada tahun 1945 Bapak Darul Khoiri bin Abdurrozaq ( nama panggilan pak Ndari ) yang selama kevakuman Pondok tremas menjadi pimpinan Madrasah Salafiyah menyerahkan kepemimpinannya kepada KH. Haris Dimyathi
Perlu diketahui bahwa KH Haris Dimyathi ini pernah menjadi menantunya pendiri organisasi Nahdlatul ‘Ulama, saat meningkah dengan Nyai Fatimah binti KH. Hasyim Asy’ari dari Tebuireng, namun sayang pernikahan itu tidak berlangsung lama
7. KH. Hasyim Ihsan
Beliau dilahirkan pada bulan Juli 1912 M. Semasa kecilnya belajar di Tremas sendiri dibawah asuhan para sesepuh, antara lain mBah Nyai Abdulloh serta pada KH. Dimyathi. Pada tahun 1928 meneruskan belajarnya di Pondok Pesantren Al Hidayah Lasem dibawah asuhan KH. Ma’sum bersama-sama dengan Kyai Hamid Dimyathi.
Setelah beberapa tahun kemudian, beliau kembali ke Tremas dan diminta membantu mengajar di Pondok Tremas, tetapi satu tahun kemudian beliau meneruskan belajarnya ke Pondok Lasem lagi dibawah asuhan Kyai Kholil, hingga pada tahun 1934 kembali ke Tremas dan mengajar bersama-sama ustadz lain.
Pada tahun 1948 sampai 1950 beliau menjadi penerangan Agama Islam di Tegalombo, selanjutnya dipindah ke daerah Arjosari. Dan akhirnya mengajar kembali di Pondok Tremas
8. KH. Fuad Habib Dimyathi & KH.Luqman Harist (1997 – sekarang)
Disamping pembangunan fisik pondok, langkah strategis lainnya yaitu revisi kurikulum yang relevan dengan perkembangan zaman yang sangat dinamis sebagai upaya menjaga kualitas santri yang sedang menempuh pendidikan, lebih-lebih santri yang telah selesai studinya. Dan yang tak kalah pentingnya adalah Realisasi status “Pesantren Mu’adalah” yang diperoleh Pondok Tremas berdasarkan SK DIRJEN Pendidikan Islam Nomor: DJ.II/DT.II.II/507/2006. Adapun kwantitas santri relatif satabil pada kisaran 2.000-an. Sehingga dapat dikategorikan bahwa periode ini dalam fase “Menuju Masa Keemasan III”.
PENDIDIKAN
Saat ini di Pondok Tremas Pacitan telah berdiri beberapa unit pendidikan dari mulai tingkat dasar hingga perguruan tinggi, unit pendidikan tersebut dikelola oleh Majelis Ma’arif.
1. TK Attarmasi
Jenjang pendidikan dua Tahun yang diperuntukkan bagi anak-anak usia kecil, TK Attarmasi terdiri dari dua kelas, kelas TK Kecil dan TK Besar
2. TPA Attarmasi
3. Madin Attarmasi
4. Madrasah Tsanawiyah Salafiyah
5. MTs Pondok Tremas
6. Madrasah Aliyah Salafiyah Mu’adalah
Ijazah MA Mu’adalah Telah mendapatkan Persamaan ( Mu’adalah ) dari pemerintah berdasarkan SK DIRJEN Pendidikan Islam Nomor: DJ.II/DT.II.II/507/2006. sehingga alumni MA Mu’adalah Pondok Tremas dapat melanjutkan pendidikan ke PTAI/PTAIN.
7. Ma’had ‘Aly Al Tarmasi
Adalah lembaga pendidikan khas pesantren setingkat perguruan tinggi yang fokus mendalami ilmu agama atau kitab-kitab klasik ( tafaqquh Fiddin), Didirikan pada tanggal 21 Sya’ban 1428 H dan diresmikan oleh Bapak Drs.Lukman Edy ( Menteri Pembangunan Daerah Tertinggal RI ) Ma’had Aly Al Tarmasi didirikan dalam rangka menyiapkan kader-kader ulama’ yang Ahli Fiqih dan menguasai ilmu teknologi. Ma’had Aly membuka program studi Konsentrasi Fiqih dan Ushul Fiqih dengan jenjag pendidikan selama 4 tahun, lulusan Ma’had Aly Al Tarmasi bergelar Sarjana strata satu.( S.Pd.I)
8. Lembaga Vokasional
Lembaga ini adalah lembaga pendidikan termuda di Pondok Tremas, diresmikan pada tanggal 18 Februari 2012 oleh Direktur PD Pontren Kemenag RI, Lembaga Vokasional Pondok Tremas adalah Pilot Project atau percontohan pendidikan Vokasi dari Kementrian Agama RI. saat ini lembaga vokasional membuka 4(Empat ) Program Studi : Teknologi Informatika, Teknik Otomotif ( Kerjasama Dengan PT ASTRA), Kerajinan batu Mulia dan Tata Boga. Lembaga ini diperuntukkan bagi santri Pondok Tremas yang telah lullus dari tingkat Madrasah Aliyah.
ORGANISASI
Selain mendapatkan pendidikan tentang ilmu agama, para santri Pondok Tremas juga dibekali dengan ilmu Organisasi, dimana setiap santri diwajibkan mengikuti organisasi yang ada di pondok sesuai dengan jenjang dan kelas masing-masing sebagai bekal nanti ketika telah terjun di tengah-tengah masyarakat.
ORGANISASI MADRASAH :
a. Panitia Hari Besar Islam ( PHBI )
b. Bahtsul Masa’il Kubro ( BMK)
c. Perpustakaan Attarmasi
d. Tazayyun
e. Jami’atul Qurro’ Wal Huffadz (JQH)
f. Adzkar ( Seni Kaligrafi)
g. GARNISI ( Sanggar Seni Attarmasi)
h. Pramuka Fata Al Muntadlor
i. SAPALA ( Santri Pecinta Alam)
j. Attarmasi Englis Course
k. PORMAS ( Persatuan Olahraga Pondok Tremas)
l. Comunity Acces Point ( Kursus Komputer )
m. Bela Diri
n. BEM ( Badan Eksekutif Mahasantri)
ORGANISASI DAERAH
a. IPPAPONMAS ( Ikatan Pelajar Pacitan Pondok Tremas )
b. SOSAREMA ( Solidaritas Santri Attarmasi Madiun)
c. GASPAKARI ( Gabungan Santri Attarmasi Kediri )
d. ISAKAS ( Ikasatan santri Surabaya)
e. Ikatan Santri Banyuwangi
f. ROTASIYOGA ( Ikatan santri Yogyakarta)
g. IKSADARI ( Ikatan Santri Daerah Wonogiri )
h. IKASANDA ( Ikatan Santri daerah Surakarta)
i. IKSAP ( Ikatan Santri Purwodadi-Jepara)
j. KESAS ( Keluarga Santri Salatiga)
k. IKSAS ( Ikatan Santri Daerah Semarang )
l. KESIP ( Keluarga Santri Indonesia Pekalongan )
m. RIM Tegal- Pemalang
n. HISBAN ( Himpunan Santri Daerah Banyumas)
o. IKSAPAS ( Ikatan santri Pasundan –Jawa Barat)
p. IKSATA ( Ikatan santri Attarmasi Jakarta)
q. HIPRIA ( Himpunan Raden Intan Lampung)
r. IKSARI ( Ikatan santri Attarmasi Riau)
s. IKSALUJA ( Ikatan Santri luar Jawa)
TRADISI
Setiap komunitas pastilah akan menghasilkan sebuah tradisi yang berbeda-beda.begitu pula dengan komunittas mas santri dan mbak banat di Perguruan Islam Pondok Tremas Pacitan yang sudah eksis sejak ratusan tahun yang silam,diantara tradisi itu adalah :
Adalah kegiatan kumpul bareng seluruh santri di serambi masjid yang selalu dilakukan setiap akan ada even –even besar seperti imtihan,haflah,akhir tahun,atau acara-acara insidentil lain yang bersifat mendadak dengan tanda yang khas yaitu suara bel yang dipukul panjang bertalu-talu.
Ada sebuah kisah yang melatar belakangi tradisi ini adalah ketika suatu hari simbah guru putrid (Nyai khotijah isteri KH.Dimyathi) yang sedang melakukan tirakat(puasa)selama 3 tahun,3 bulan dan 3 hari,mengalami hal yang sangat aneh yaitu saat beliau mencuci beras untuk dimasak di sebelah sumur(sekarang terletak ditengah-tengah madrasah depan masjid) tiba –tiba beras tersebut berubah menjadi emas,mah guru putri pun kaget seraya berdo’a”yaa..Allah,saya bertirakat bukanlah untuk mengharapkan emas atau harta benda dunia,akan tetapi saya memohon kepada-MU ya Allah,jadikanlah Tremas ini bagian dari masyarakat ,jadikanlah keluarga termasuk Ahlul’ilmi dan jadikanlah santri-santri yang menuntut ilmu disini menjadi santri yang barokah”( au kama qol) seraya membuang emas tersebut kedalam sumur.
Setelah kejadian itu banyka santri yang melakukan nahun sebagai bentuk tirakat agar kegiatan belajarnya dipondok tremas senantiasa lancer dan berhasil mencapai tujuannya hatta setelah terjun di masyarakat kelak.namun dari sekian banyak sejarah haun,yang paling hebat adalah para masyayikh tremas selama menjalani masa belajar di Pondok Tremas dahulu seperti KH.Harist Dimyathi,bayangkan ,beliau ini tinggal di asrama pondok dan sama sekali tidak pulang ke ndalem( rumah kyai) selama 3 tahun 3 bulan 3 hari,padahal ndalemnya selalu kelihatan setiap hari karena jarak antara asrama dan ndalemnya hanya 50 meter….!!!???
Sesuai perkembangan zaman ,tradisi ini tetap ditiru oleh generasi selanjutnya meskipun dengan versi yang berbeda-beda.sekarang ini versi nahun yang berlaku dikalngan santri Pondok Tremas ada 3 yaitu :
1.Tidak keluar dari komplek Pondok Tremas
2.Tidak keluar dari wilayah kabupaten pacitan
3.tidak pulang kerumahnya.
Yang berlaku umum di kalangan santri Pondok Tremas sekarang ini adalah nahun sesuai kategori ke-2 dan ke-3 dengan waktu minimal 3 tahun,dan kebanyakan mereka yang melakukan berasal dari luar jawa.
3. Ziaroh
sebagaimana yang terjadi seluruh belahan dunia, ziaroh adalah salah satu wujud ta’dzim (hormat) kepada para Mu’assis (pendiri) pondok Tremas yang dilakukan oleh para santri setiap ba’da ashar ke Maqbaroh Gunung Lembu yang terletak sekitar 350 meter dari komplek pondok dan Maqbaroh Semanten yang terletak di sebuah bukit desa Semanten (dipinggiran kota Pacitan) pada setiap hari Kamis dan Jum’at. Namun begitu di Pondok Tremas ada satu tradisi unik yang sudah berjalan sejak ratusan tahun yang lalu, yaitu setiap santri baru “diusahakan” dapat routin berziarah ke Maqbaroh Gunung Lembu selama 41 hari berturut-turut tanpa putus. suatu kegiatan yang kelihatannya ringan dan gampang, namun pada prakteknya sangat sulit untuk mencapai target sempurna dari tradisi ini, ada saja kendalanya, seperti hujan, ketiduran, dan sebagainya. Seirama dengan itu adalagi tradisi yang juga sudah mengakar di Pondok Tremas yaitu bagi santri baru -sekali lagi- “diusahakan” untuk tidak tidur siang selama 1 minggu penuh terhitung sejak hari pertama kedatangannya di Pondok Tremas. Hal yang kelihatannya sepele ini juga sangat sulit dilakukan, ndelalah para santri baru ini selalu mendapat cobaan dan godaan yang berupa ngantuk berat. Untuk itu para santri senior biasanya akan dengan senang hati membantu dengan selalu mengingatkan dan bahkan menunggui atau mengajaknya jalan-jalan keliling kampung agar tidak tertidur Pada dasarnya tradisi ini tidak ada dasar hukumnya sama sekaliapalagi peraturan tertulis dari pengurus pondok untuk mewajibkannya, dicari dalilnya juga ndak bakalan ketemu, namun bila kita cermati lebih jauh tradisi ini adalah suatu tes mental yang amat dalam ma’nanya untuk menguji sejauh mana kesungguhan dan ketekunan santri Pondok Tremas itu sendiri
4. Ngendil Berjamaah
inilah tradisi favorit santri Tremas setiap menyambut acara seremonial tertentu di Pondok Tremas. ujudnya bisa bermacam-macam, tergantung oleh situasi dan kondisi acaranya tersebut, ada yang perkelompok, asrama, kelas, dan lain sebagainya dengan beragam bentuk dan kepentingannya, bahkan puncaknya pada malam 1 Suro atau akhir tahun acara ini diselenggarakan secara bersama-sama di komplek pondok oleh seluruh santri putra dan putri, dengan media yang sangat sederhana yaitu pelepah daun pisang hingga membuat komplek pondok Tremas persis seperti dapur umum
5. Ngipah
Ngipah atau ngirit pajekan dalam bahasa resmi pondok disebut diafah sudah berlangsung sejak dulu kala di Pondok Tremas. orang yang pertama kali memberi nama atau sebutan ngipah adalah KH. Imron Rosyadi dari Bangil Pasuruan. Ketika masih mondok di Tremas, beliau dikenal sebagai santri yang sangat humoris, dan dari kehumorisan beliaulah sebutan ngipa atau ngipah menjadi tradisi yang masih berlangsung di Pondok Tremas hingga kini
Meski terlihat serupa namun sebenarnya sejarah ngipa dan dliyafah itu tidaklah sama. Istilah ngipa yang digunakan para santri sejak dulu itu muncul karena pada hari-hari besar Islam, para santri mendapatkan makanan gratis tanpa harus mengambil jatah dari pajekannya (tempat kost makan). Sedangkan diyafah adalah yang berasal dari bahasa arabyang dimunculkan oleh keluarga ndalem yang berarti penjamuan atau penghormatan
Pada zaman dahulu, pelaksanaan ngipa atau dliyafah menjadi tanggung jawab PHBI. Namun karena semakin hari jumlah santri Tremas terus bertambah, dan dana PHBI tidak mencukupi lagi untuk melaksanakan tradisi itu, maka pelaksanaannya di ambil alih oleh keluarga ndalem dan dilaksanakan setiap khaul yang dimulai pada khaulnya mbah Kyai Dimyathi sekitar 68 tahun yang lalu
Pada saat ini sebutan ngipah telah meluas, tidak hanya terbatas makan gratis pada saat khaul yang berlangsung setahun sekali saja, tetapi juga digunakan untuk menyebut kegiatan makan gratis secara menyeluruh, kapanpun, dimanapun dan diselenggarakan oleh siapapun
PENDAFTARAN
1. PROSEDUR PENDAFTARAN
a. Mendaftarkan diri ditempat pendaftaran bersama orang tua/ wali
b. Mengisi formulir pendaftaran
c. Menyerahkan Fhotocopy STTB atau Ijazah terakhir
d. Menyerahkan Photo 3X4 sebanyak satu lembar
e. Orang tua atau wali menyerahkan bimbingan kepada Pimpinan Pesantren dan Ketua Majlis Ma’arif Perguruan Islam Pondok Tremas Pacitan
f. Membayar administrasi pendaftaran
( Pendaftaran dibuka selama 1( satu ) tahun pelajaran
2. WAKTU DAN TEMPAT PENDAFTARAN
a. Tempat pendaftaran di Kantor Sekretariat Perguruan Islam Pondok Tremas Pacitan Jl. Patrem No.21 Tremas Arjosari Pacitan Jawa Timur
b. Waktu pendaftaran :
– Pagi : Pukul 08.00 – 11.00
– Malam : Pukul 20.00 – 21.00
3. UJIAN PENEMPATAN KELAS
Bagi santri baru Perguruan Islam Pondok Tremas Pacitan diberi kesempatan mengikuti ujian penempatan kelas dengan ketentuan Sebagai berikut :
a. Mendaftar sebelum tanggal 10 Muharram
b. Memiliki bekal ilmu pengetahuan keagamaan dasar, meliputi :Al-Qur’an , Tajwid, Nahwu, Shorof , Fiqih, Bahasa Arav dan Imla’.
c. Membayar administrasi Ujian Rp.30.000
d. Bagi yang belum memenuhi syarat akan ditempatkan berdasarkan kualifikasinya ( kelas Isti’dat untuk lulusan SD/MI dan kelas Mumtaz untuk Lulusan MTs/SMP)
4. BIAYA PENDAFTARAN SANTRI BARU
a. Madrasah Sobahi Putra ( Mukim di asrama ) : Rp. 568.000
b. Madrasah Sobahi Putra ( Non Asrama ) : Rp. 528.500
c. Madrasah Masa’i Putri : Rp. 528.500
d. Madrasah Masa’i Putra ( Mukin Di Asrama ) : Rp. 568.000
e. Madrasah Masa’i Putri : Rp. 528.500
f. Ma’had Aly Al Tarmasi : Rp. 200.000
5. KEBUTUHAN POKOK SANTRI PERBULAN
a. Kost makan 3 X sehari : Rp. 135.000
b. Syahriah/ SPP Pondok : Rp. 45.000
c. Dana Asrama : Rp. 3500
d. Dana Ma’hadiyah : Rp.9000
Jumlah Total Satu Bulan : Rp.192.500
KEPENGURUSAN
NO |
NAMA |
ALAMAT |
KH. Fu’ad Habib Dimyathi |
Pacitan |
|
KH. Luqman Haris Dimyathi |
Pacitan |
|
KH Hammad Haris Dimyathi |
Pacitan |
|
H. Rotal |
Pacitan |
|
H. Muhdlor Zainal Ridlo |
Pacitan |
|
H. Muhammad Habib, SH |
Pacitan |
|
H. Achid Turmudzi |
Pacitan |
|
H. Abdillah Nawawie, Lc |
Pacitan |
|
Busyro Hawatif |
Pacitan |
|
Ahmad Fauzie |
Pacitan |
|
H. Ibnu Salam, S.Pd.I |
Pacitan |
|
H. Multazam Surur |
Pacitan |
|
Drs. H. M. Ashif Hasyim |
Pacitan |
|
Waki’ Hasyim, S.Ag. |
Pacitan |
|
Dasuki |
Pacitan |
|
Ahmad Dahlan |
Pacitan |
|
Taufik Thohir |
Pacitan |
|
H. Najmi Thohir, S.Pd.I |
Pacitan |
|
Sujak Basuni, S.Pd.I |
Pacitan |
|
H. Mu’adz Haris dimyathi |
Pacitan |
|
Salim, S.Sos |
Pacitan |
|
Salim Dk, S.Pd.I |
Pacitan |
|
Sunyono, S.Pd.I |
Pacitan |
|
Tugimin Utomo, S.Pd.I |
Pacitan |
|
Drs. Moh Agus Salim |
Pacitan |
|
M. Mu’id, S.Pd.I |
Pacitan |
|
H. Amjad Habib, S.Pd.I |
Pacitan |
|
Riyanto |
Pacitan |
|
Jabir, S.Pd.I |
Pacitan |
|
Wakhid Hasyim, S.Pd.I |
Pacitan |
|
M. Mu’adzin, S.Pd.I |
Pacitan |
|
M. Ihya’uddin, S.Pd.I |
Pacitan |
|
M. Anhar, S.Pd.I |
Pacitan |
|
Tiyarso Yusuf, S.Pd.I |
Pacitan |
|
Ahmad Fatah Yasin, S.Th.I |
Banyuwangi |
|
Badrudin, S.Th.I |
Batang |
|
Moh. Rofikin, S.Pd.I |
Pacitan |
|
Joko Margiyono, S.Th.I |
Boyolali |
|
Mukhi Buddin, S.Pd.I |
Pacitan |
|
Subekti, S.Pd.I |
Salatiga |
|
Ahmad Machfudli, S.Th.I |
Demak |
|
Ali Mufron, M.Pd.I |
Tegal |
|
Muhammad An-Najih, S.Pd.I |
Salatiga |
|
Zaenal Mustaqim, S.Pd.I |
Pacitan |
|
M. Mahzum |
Pacitan |
|
Rifki Hamiyal Hadi, S.P. |
Pacitan |
|
Handoko Budi Utomo, S.Pd.I |
Salatiga |
|
M. Ali Yusni , S.Pd.I |
Pacitan |
|
Dheni Dwi Atmoko, S.Pd |
Pacitan |
|
Yudit Ariyanto, S.Pd |
Pacitan |
|
Hasan Halawi, M.Pd |
Pacitan |
|
Muhammad Hisyam, S.Pd.I |
Purwokerto |
|
Santoso, S.Pd.I |
Pacitan |
|
Wardani, S.Pd.I |
Bengkalis |
|
Agus Tri Atmojo, S.Pd.I |
Pacitan |
|
Abu Khoir, S.Pd.I |
Demak |
|
Mahmudi, S.Pd.I |
Blitar |
|
Nasrowi, S.Pd.I |
Pacitan |
|
Sutarto, S.Pd.I |
Grobogan |
|
Mustaufikin,S.H.I |
Kendal |
|
Ahmad Shoheh |
Demak |
|
Imam Ghozali |
Grobogan |
|
Muflihin |
Pekalongan |
|
M. Luqman Hakim, S.Pd.I |
Pacitan |
|
Ali Mahfudl,MSI |
Pacitan |
|
Afifuddin Al-Hadzik, S.Pd.I |
Pacitan |
|
Masrukhan, S.Pd.I |
Salatiga |
|
Slamet Syukur |
Batang |
|
Mustofa |
Jambi |
|
A. Badruddin |
Pemalang |
|
Dwi Tantra |
Wonogiri |
|
Muntako |
Purwokerto |
|
Solekhan Abdullah |
Pekalongan |
|
Agus Nur Hidayat, S.Pd.I |
Boyolali |
|
Jahrudin, S.Pd.I |
Tegal |
|
Ahmad Yasin |
Pacitan |
|
Ali Munawar |
Demak |
|
Miftahuddin |
Wonosobo |
|
Syaiful Anwar |
Tulung Agung |
|
Yasiruddin |
Purwokerto |
|
Hj. Nyai Qibtiyah Habib |
Pacitan |
|
Hj. Siti Hajaroh Muhammad, BA |
Pacitan |
|
Hj. Widad Achid, BA |
Pacitan |
|
Hj. Siti Sundusin Hammad |
Pacitan |
|
Hj. Inayah Fu’ad |
Pacitan |
|
Hj. Jihan Al Hanin Abdillah |
Pacitan |
|
Hj. Siti Ummu Aiman Luqman |
Pacitan |
|
Hj. Masnu’ah Mahrus |
Pacitan |
|
Hj. Azizah Ibnu Salam, BA |
Pacitan |
|
Mutriyah Fauzie |
Pacitan |
|
Hj. Siti Ni’mah |
Pacitan |
|
Halimah Jamal |
Pacitan |
|
Miftahul Jannah Waki’ |
Pacitan |
|
Lulu’ Arifatul Jawad |
Pacitan |
|
Ana Suryana Mu’adz |
Pacitan |
|
Nur Zaidah Amjad |
Pacitan |
|
Siti Romelah, S.Pd |
Pacitan |
|
Sri Nuryati, SE |
Pacitan |
|
Dra. Suprihatin |
Pacitan |
|
Else Wahyuni, S.Pd |
Pacitan |
|
Khusnul Khotimah. S.Si |
Pacitan |
|
Umi Nashihah, S.Pd |
Pacitan |
|
Neneng Khoirunnisa`, S.Pd |
Pacitan |
|
Zulfa Nur ‘Aini, S.Pd.I |
Pacitan |
|
Yanti Nur Arifah, S.Pd.I |
Pacitan |
|
Nafisatin Al-Fafa |
Klaten |
|
Umi Salamah |
Grobogan |
|
Rima Umaimah, M.Pd.I |
Pacitan |
|
Siti Tsuroyah, S.H.I |
Purwokerto |
|
Rurik Mardiana |
Pacitan |
|
Siti Mashulah |
Pacitan |
|
Tri Septiyaningsih |
Pekalongan |
|
Fatimatuz Zahroh |
Wonogiri |
|
Khodijatul Kubro |
Subang |
|
Riska Ariyanti |
Pacitan |
|
Siti Hasanah |
Purwokerto |
|
Siti Azizatur Rofiqoh |
Purwokerto |
|
Darniti |
Pemalang |
|
Khoimatun Yuswah |
Tegal |
|
Nur Hidayah |
Bengkalis |
|
Nurul Hidayah |
Rembang |
|
Zuni Rara Handayani |
Grobogan |
TREMAS TV
Kenali Pondok Tremas dengan seluruh aktifitasnya
selamat menyaksikan Profil Perguruan Islam Pondok Tremas Pacitan
kerjasama Pondok Tremas dengan Kemendikbud RI dan Zoom In Film Workshop