Kiai Harish Pulang

0
121

Pagi itu tidak seperti biasanya. Tremas baru saja melaksanakan haul Kiai Muhammad Dimyathi. Kiai Harish pun baru datang dari menengok teman-temannya. Matahari baru saja mengirimkan petala-petala sinarnya. Tak seperti biasanya, Kiai Harish pagi itu selalu ingin berdekatan dengan Nyai Hadiyah.

“Bu, aku dipangku ya ?” canda Kiai Harish

Tanpa menunggu persetujuan Nyai Hadiyah, Kiai Harist pun duduk dipangkuan Nyai Hadiyah, sang istri.

“Bapak ini lho.” seru Nyai Hadiyah

Kiai Harish segera turun dari pangkuan sang istri sambil tersenyum.

“Bapak kok minta dipangku. Ibu ya tidak kuat. Bapak kan besar” elak Nyai Hadiyah.

Tak lama berselang Kiai Harish beranjak meninggalkan Nyai Hadiyah dengan senyum sejuta makna. “Aku tidur sebentar Bu”

Sepeninggal Kiai Harish, para wanita menyibukkan diri dengan urusan dapur. Saat itu acara haul Kiai Muhammad Dimyathi baru saja selesai. Salah satu karakter atau kebiasaan Kiai Harish, jika pamit tidur sebentar ya memang sebentar. Ketika menyampaikan akan tidur lima belas menit, maka lima belas menit kemudian Kiai Harish bangun.

Keluarga tidak ada satupun yang tahu kapan Kiai Harish bangun. Celana yang dipakai mandi dicuci dan dijemur sendiri. Yang pasti setelah bangun tidur Kiai Harish langsung mandi dan menuju ke kantor guru.

“Saya ingin melihat ijazahnya. Apa sudah siap ?” tanya Kiai Harish

Kebetulan yang tugas dikantor saat itu adalah Mbah Rotal, Ustadz Jabir, dan Pak Ahid.

“Belum siap Mbah ?”

Kiai Harish mengangguk-angguk. “Kalau kopnya sudah ada ?”

“Sudah, Pak”

“Coba dibacakan !”

“Ijazah Madrasah Mu’alimin Pertama untuk yang MP. Sedangkan untuk yang MA adalah Ijazah Mu’alimin Atas”

Kiai Harish mendengarkan dengan seksama dan diam sejenak. Dalam kondisi seperti itu, semua orang tahu bahwa Kiai Harish sedang berfikir. “Diganti ya ?”

“Diganti bagaimana ?”

“Sejak awal, madrasah ini tidak ada mu’alimin pertama dan mu’alimin atas. Ijazahnya kembali menjadi seperti awal saja. Menjadi Madrasah Salafiah saja. Tulisan MP dan MA-nya ditutup saja ! Bisa kan ?”

“Bisa Pak”

Sambil memegang ijazah, Kiai Harish duduk di dekat Mbah Rotal dan Pak Ahid.

“Aku baru saja pulang dari Kaliurang”

“Ada kegiatan apa Pak ?” Tanya Mbah Rotal

“Ziarah konco-konco yang baru pulang haji. Alhamdulillah bisa ketemu mereka.” Kiai Harish menarik nafas panjang.

Pak Ahid, Pak Jabir, dan Mbah Rotal menunggu kelanjutan cerita Kiai Harish.

“Kembali dari Yogja, aku merasa kurang sehat. Mungkin masuk angin”

“Istirahat saja Pak” jawab Pak Ahid

Kiai Harish tersenyum. “Tidak. Tadi sudah dikeroki, dikerik ibumu. Aku juga sudah sarapan kok”

“Syukur alhamdulillah” komentar Mbah Rotal.

Jam pertama imtihan berjalan beberapa menit. Kiai Harish seperti tertidur. Tiba-tiba terdengar suara cegukan atau sendawa.

“Dikoroki lagi ya Pak”

Kiai Harish tidak menjawab. Kembali terdengar sendawanya.

“Pak” seru Mbah Rotal.

“Kalau anak kecil bersendawa tandanya mau besar” jawab Kiai Harish sembari tersenyum. Tak lama kemudian terdengar kembali sendawa Kiai Harish.

“Pak” seru Mbah Rotal untuk kesekian kali.

Kiai Harish sudah tidak memberikan jawaban. Pandangan matanya tampak demikian damai. Secepat kilat Mbah Rotal memeluk Kiai Harish. Kiai Harish telah kembali keharibaan Allah. Bersama hembus terahir nafasnya, Mbah Rotal melihat dengan jelas selarik cahaya yang terang benderang keluar dari ubun-ubun Kiai Harish. Seketika tangis memecah keheningan pagi.

Pak Ahid segera berlari menuju ndalem Kiai Habib. Sesampai di ndalem dan mengabarkan yang terjadi. Kiai Habib segera berlari menuju kantor sembari menjerit, “Hariiiish”. Air mata membasahi pipi Kiai Habib.

Suasana yang tak kalah mengharukan terlihat ketika Gus Luqman yang saat itu mengawasi ujian. Mendengar kabar sang ayah wafat, kedua kakinya serasa tidak menginjak bumi. Dia berlari sembari menjerit, “Bapaaaaakk”.

Mendung kelabu yang mengguyurkan tirta duka membasahi bumi Tremas. Semua keluarga, masyarakat, santri, dan umat mengiringi kepergian Kiai Harish dengan sejuta kenangan indah. Sedangkan Kiai Harish pergi dengan tenang. Kiai Harish kembali pulang dengan riang gembira dalam dekap kasih ridha Allah SWT.

sumber